Monday, May 4, 2009

Jurnalis, Penipu, Deadline

Ini adalah kisah, dimana pengalaman jurnalistik yang luas dan senioritas kadang kalah oleh ketergesaan akibat tenggat waktu. News Limited, penerbit besar yang antara lain menaungi The Telegraph dan The Sunday Telegraph terancam gugatan besar. Editornya bahkan terancam dipecat.Kisah bermula dari kontak Jack Johnson, seorang pensiunan tentara Australia dengan paparazzi Jamie Fawcett. Johnson menawarkan sejumlah foto bugil seorang gadis yang dia katakan bernama Pauline Hanson. Fawcett tertarik karena foto itu beraroma duit besar. Pauline Hanson sedang maju dalam pemilihan senat negara bagian Queensland. Tentu saja, jika benar itu foto Pauline Hanson, aroma politik yang sedang hangat akan menambah nilai jualnya. Johnson mengatakan, foto itu dia ambil di sebuah hotel di Queensland.Fawcett kemudian mengirim Frank Thorne, seorang jurnalis freelance di Sydney untuk mewawancarai Johnson mengenai detil foto itu, termasuk dimana dia memotret sang perempuan. Dalam wawancara 45 menit, Johnson antara lain juga menyebut bahwa dia juga memiliki foto setengah bugil istri perdana menteri Australia.Thorne langsung mengakhiri wawancara dengan Johnson dan yakin bahwa persiunan tentara itu pembohong. Wawancara dilakukan Jumat, 13 Maret.News Limited, penerbit koran kawakan dengan jurnalis-jurnalis hebat itu, tidak melakukan apa yang Thorne lakukan, re-cek.Fawcett, sang paparazzi, mengirim e mail berisi foto Pauline Hanson tanggal 14 Maret. Dalam waktu kurang dari dua jam, The Sunday Telegraph merespon dan tertarik membeli foto itu. Dan koran The Sunday Telegraph memasang besar-besar foto-foto itu, Minggu 15 Maret.Selama seminggu persoalan ini bergulir, sampai kemudian semua tahu bahwa foto bugil perempuan itu kemungkinan besar diambil dari situs porno Rusia. Dan News Limited terancam gugatan ratusa ribu atau bahkan jutaan dollar Australia.Neil Breen, Editor edisi minggu itu terancam dipecat.
Media Watch mengatakan, ini adalah salah satu contoh paling spektakuler dari keburukan jurnalisme. Yaitu, jurnalisme yang terburu-buru, tanpa cek silang, tanpa invstigasi mendalam, hanya karena dikejar tenggat waktu. Foto itu ditawarkan hari Jumat yang redaksi hanya punya satu hari untuk meneliti. Tapi, waktu satu hari itu dinilai cukup jika memang jurnalis mau melakukan penelitian mendalam.Pertanyaan mendasar yang harus disampaikan editor foto adalah: Dimana negatif foto perempuan bugil itu?Foto itu diambil 30 tahun lalu ketika Pauline Hanson masih muda. Waktu itu, tentu belum ada teknologi foto digital dan semua foto masih memakai negatif film.Sayang tidak ada pertanyaan semacam itu dari redaktur foto.Redaksi foto The Sunday Telegraph hanya melakukan pengecekan, apakah foto itu merupakan rekayasa digital atau bukan. Dan tentu saja bukan, karena foto itu diambil dari situs porno Rusia, yang kemungkinan kemudian dicetak dan di-scan lagi sebelum dikirim ke redaksi.Bahkan, Padahal News Limited sudah membayar 15 ribu dollar untuk foto itu, alias sekitar 120 juta rupiah. The Sunday Telegraph bahkan tidak mengecek, fakta mengenai hotel tempat pengambilan foto itu. Belakangan terungkap, hotel yang disebutkan Johnson sebagai tempat pemotretan bahkan belum berdiri ketika itu.
Ini adalah kisah jatuhnya jurnalis-jurnalis berpengalaman karena satu frasa yang menakutkan kita semua: Deadline.

No comments:

Post a Comment